Sejarah Sosiologi Pendidikan
Sejak manusia dilahirkan di dunia ini,
secara sadar maupun tidak, sesungguhnya ia telah belajar dan berkenalan dengan
hubungan-hubungan social yaitu hubungan antara manusia dalam masyarakat.
Hubungan sosial out dimulai dari hubungan antara anak dengan orang tua kemudian
meluas hingga ketetangga[6].
Dalam hubungan sosial tersebut
terjadilah proses pengenalan dan proses pengenalan tersebut mencakup berbagai
budaya, nilai, norma dan tanggung jawab manusia, sehingga dapat tercipta corak
kehidupan masyarakat yang berbeda-beda dengan masalah yang berbeda pula.
Sosiologi ini dicetuskan oleh Aguste
Comte maka dari itu dia dikenal sebagai bapak sosiologi, ia lahir di
Montpellier tahun 1798. Ia merupakan seorang penulis kebanyakan konsep, prinsip
dan metode yang sekarang dipakai dalam sosiologi berasal dari Comte. Comte
membagikan sosiologi atas statika social dan dinamika social dan sosiologi
mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. Bersifat empiris yaitu
didsarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat
spekulatif.
2. Bersifat teoritis yaitu
selalu berusaha menyusun abstraksi dan hasil observasi.
3. Bersifat kumulatif yaitu
teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori yang ada kemudian diperbaiki,
diperluas dan diperhalus
4. Bersifat nenotis yaitu tidak
mempersoalkan baik buruk suatu fakta tertentu tetapi untuk menjelaskan fakta
tersebut.
Comte mengatakan bahwa tiap-tiap
cabang ilmu pengetahuan manusia mesti melalui tiga tahapan perkembangan teori
secara berturut-turut yaitu keagamaan atau khayalan, metafisika atau abstrak
dan saintifik atau positif[7].
Setelah selesai perang dunia II,
perkembangan masyarakat berubah secara drastis dimana masyarakat dunia
mengingnkan adanya perubahan dalam menyahuti perkembangan dan kebutuhan baru
terhadap penyesuaian perilaku lembaga pendidikan. Oleh karena itu disiplin
sosiologi pendidikan yang sempat tenggelam dimunculkan kembali sebagai bagian
dari ilmu-ilmu penting dilembaga pendidikan[8].
Menurut pendapat Drs. Ary H. Gunawan,
bahwa sejarah sosiologi pendidikan terdiri dari 4 fase, yaitu[9]:
a. fase pertama, dimana
sosiologi sebagai bagian dari pandangan tentang kehidupan bersama filsafat
umum. Pada fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat, maka namanya adalah
filsafat sosial.
b. Dalam fase kedua ini,
timbul keinginan-keinginan untuk membangun susunan ilmu berdasarkan
pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris). Jadi pada fase
ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan sosial.
c. sosiologi pada fase
ketiga ini, merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak sosiologi”, karena
ialah yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam pembahasan
tentang masyarakat.
Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai
“perintis jalan” bagi sosiologi. Ia bermaksud membentuk ilmu yang disebut
“Psycho-Politique”.
Dengan ilmu tersebut Saint Simon dan
juga Comte mengambil rumusan dari Turgot (1726-1781) sebagai orang yang berjasa
terhadap sosiologi, sehingga sosiologi menjadi tumbuh sendiri.
d. pada fase yang terakhir
ini, ciri utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama memberikan batas yang
tegas tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan pengertian-pengertian dan
metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi yang otonom dalam
metodenya ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche,
Novalis, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.
D. Tujuan dan Kegunaan Sosiologi
Francis Broun mengemukakan bahwa
sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya
sebagai tempat dan cara individu memproleh dan mengorganisasi pengalamannya.
Sedang S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah Ilmu yang
berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
memproleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari kedua
pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan
beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut[10]:
- Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.
- Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.
- Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalammasyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.
- Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari peningkatan taraf hidup social.
- Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional serta tujuan pendidikan lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak pada keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan dalam Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.
- Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberi kepada guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan – latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan. Menurut pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan dengan proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja, tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar yaitu metode sosiodrama, bermain peranan (role playing) dan sebagainya.dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antara manusia di sekolah serta struktur masyarakat. Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah – masalah sosial dalam pendidikan saja, melainkan juga hal – hal pokok lain, seperti tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar, dan sebagainya. Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah atas proses sosial dan pola- pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.
Jika dilihat zaman peradaban yunani
pada masa Plato (427-327 BC), pendidikannya lebih mengutamakan penciptaan
manusia sebagai pemikir, kemudian sebagai ksatria dan penguasa. Pada zaman
Romawi, seperti masa kehidupan Cicero (106-43 BC), pendidikan mengutamakan
penciptaan manusia yang hmanistis. Pada abad pertengahan, pendidikan
mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi Khalik (baik versi Islam
maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan (1600-an-1800-an), melahirkan
teori Nativisme (Rousseau, 1712-1778), Empirisme oleh Locke (1632-1704) dan
konvergensi oleh Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada nilai individu
anak sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.
Menurut Nasution ada beberapa konsep
tentang tujuan Sosiologi Pendidikan, antara lain sebagai berikut[11]:
(1) analisis proses sosiologi (2) analisis kedudukan pendidikan dalam
masyarakat, (3) analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat, (4) alat kemajuan dan perkembangan social, (5) dasar untuk
menentukan tujuan pendidikan, (6) sosiologi terapan, dan (7) latihan bagi
petugas pendidikan.
Konsep tentang tujuan sosiologi
pendidikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat dalam pendidikan
merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat dijadikan instrument oleh
individu untuk dapat berintraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya.
Pada sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan memberikan penjelasan yang
relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai
anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan
berbagai fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.
Tujuan sosiologi pendidikan pada
dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan secara
keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar darim
upaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai menurut
pendidikan itu sendiri. Secara universalm tujuan dan fungsi pendidikan itu
adalah memanusiakan manusia oleh manusia yang telah memanusia. Itulah sebabnya
system pendidikan nasional menurut UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 3 adalah “ untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujaun nasional”. Menurut fungsi
tersebut jelas sekali bahwa pendidikan diselenggarakan adalan: (1) untuk
mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, (2) meningkatkan mutu kehidupan
manusia Indonesiam (3) meningkatkan martabat manusia Indonesia, (4) mewujudkan
tujuan nasional melalui manusia-masusia Indonesia. Oleh karena itu pendidikan
diselenggarakan untuk manusia Indonesia sehingga manusia Indonesia tersebut
memiliki kemampuan mengembangkan diri,mmeningkatkan mutu kehidupan, meninggikan
martabat dalam ragka mencapai tujuan nasional[12].
Kegunaan atau faedah sosiologi untuk
kehidupan sehari-hari, yaitu[13]:
1. Untuk pekerjaan sosial,
sosiologi memberikan gambaran/pengertian tentang berbagai problem sosial,
sehingga dapat dicari solusinya secara tepat dan akurat.
2. Untuk pembangunan pada
umumnya, sosiologi memberikan pengertian tentang masyarkat secara luas,
sehingga dengan gambaran tersebut para perencana dan pelaksana pembangunan
dapat mencari pola pembangunan yang paling sesuai agar berhasil.
Izin baca dan ambil materi... Semoga kebaikan anda mendapatkan balasan yang sesuai... Aamiin...
BalasHapusjenis font gak nyaman dibaca. terima kasih :)
BalasHapuskaa,ini sumber bukunya dari mana ya?
BalasHapusterimkasih, artikelnya sudah bagus tapi, kenapa tidak dicantumkan refrensinya?
BalasHapus